KARYA TARI DRAMATIK DENGAN JUDUL “WREDAYA” SEBAGAI VISUALISASI SPIRIT PERJUANGAN MBAH KARTINING
Dramatic Dance Work with the Title "Wredaya" as a Visualization of Mbah Kartining's Spirit of Struggle
Tradisi Topeng Muludan adalah sebuah tradisi dalam menyambut datangnya hari Maulid Nabi, namun sayangnya tradisi ini mulai memudar akibat pengaruh globalisasi & modernisasi, dimana mengakibatkan pula budaya asing masuk menggeser eksistensinya. Mbah Kartining, sosok pengrajin Topeng Muludan yang tersisa, ketika banyak diantara pengrajin lainnya mulai beralih profesi beliau tetap setia dan terus bersemangat menjaga keberadaan Topeng Muludan. Terdapat dua fokus yaitu fokus isi yaitu dimana karya ini memvisualisasikan spirit Mbah Kartining dalam mempertahankanTopeng Muludan di era globalisasi dan fokus bentuk yaitu mengenai bentuk tipe tari dramatik.
Metode penciptaan yang digunakan adalah metode konstruksi I milik Jacquelinee Smith meliputi rangsang awal, eksplorasi, improvisasi, evaluasi, seleksi, dan penghalusan hingga motif, yang didukung dengan elemen pendukung prinsip bentuk seni dari Sal Murgiyanto yaitu kesatuan (unity), keragaman (variasi), pengulangan (repetisi), kontras, transisi, urutan (sequence), klimaks, keseimbangan (balance), dan harmoni.
Karya tari Wredaya merupakan karya tari yang bertemakan tentang spirit perjuangan, karya yang terinspirasi dari semangat Mbah Kartining dalam menjaga Topeng Muludan di era globalisasi & moderenisasi yang terus melaju cepat, dikemas dalam bentuk tipe tari dramatik dengan kerucut ganda, disajikan oleh 9 penari putri, dengan mode penyajian representatif-simbolik, gaya Jawa Timur-an etnis arek. berbusana kebaya kutungan dan celana pendek, dengan dominasi warna hijau emas yang menyimbolkan tentang semangat yang terus tumbuh untuk mencapai kejayaan dari asa Mbah Kartining dalam mempertahankan hingga tradisi ini tumbuh kembali. Diberikan tata rias karakter tua dengan kerutan-kerutan pada dahi & mata. Dipentaskan pada panggung Proscenium yang didukung dengan beberapa jenis lampu seperti Par Can, Par LED, & follow spot. Diiringi oleh dua jenis alat musik yaitu gamelan Jawa bernada pentatonis dan musik barat bernada diatonis.
The Muludan Mask tradition is a tradition to welcome the arrival of the Prophet's birthday, but unfortunately this tradition is starting to fade due to the influence of globalization & modernization, which has also resulted in foreign cultures shifting its existence. Mbah Kartining, the remaining Muludan Mask craftsman, when many other craftsmen began to change professions, he remained loyal and continued to be enthusiastic about maintaining the existence of the Muludan Mask. There are two focuses, namely the content focus, namely where this work visualizes Mbah Kartining's spirit in maintaining the Muludan Mask in the era of globalization and the form focus, namely the form of a dramatic dance type.
The creation method used is Jacquelinee Smith's construction method I, which includes initial stimulation, exploration, improvisation, evaluation, selection and refinement to motifs, which is supported by supporting elements of Sal Murgiyanto's art form principles, namely unity, diversity, variation, repetition, contrast, transition, sequence, climax, balance and harmony.
The Wredaya dance work is a dance work with the theme of the spirit of struggle, a work inspired by Mbah Kartining's spirit in maintaining the Muludan Mask in the era of globalization & modernization which continues to accelerate, packaged in the form of a dramatic dance type with double cones, presented by 9 female dancers, with representative-symbolic mode of presentation, East Javanese style of arek ethnicity. dressed in a kutung kebaya and shorts, dominated by green and gold which symbolizes the growing enthusiasm to achieve glory from Mbah Kartining's hope of maintaining this tradition until it grows again. Given old character make-up with wrinkles on the forehead & eyes. Staged on the Proscenium stage which is supported by several types of lights such as Par Can, Par LED, & follow spot. Accompanied by two types of musical instruments, namely Javanese gamelan with pentatonic tones and western music with diatonic tones.