PERAN PABRIK GULA WARINGIN AGOONG TERHADAP INDUSTRIALISASI GULA DI KABUPATEN TUBAN
PADA TAHUN 1840-1896
THE ROLE OF THE WARINGIN AGOONG SUGAR FACTORY IN SUGAR INDUSTRIALIZATION IN TUBAN DISTRICT
IN THE YEARS 1840-1896
Memasuki abad ke-19 dan awal abad ke-20 terjadi perkembangan yang luar biasa bagi sejarah perekonomian di Indonesia. Hal ini ditunjukan dengan berdirinya banyak industri di beberapa daerah salah satunya industri gula. Industri gula telah dikenal di Hindia Belanda sejak pertama kali diperkenalkan oleh VOC. Setelah Pemerintah Belanda mengambil alih kekuasaan di Hindia Belanda dan menyerahkan kekuasaan kepada Gubernur Jenderal Van Den Bosch dan tanaman tebu mulai ditetapkan sebagai salah satu tanaman wajib tanam di Hindia Belanda. Adanya Pabrik Gula Waringin Agoong menjadi tempat proses pengolahan tebu menjadi gula memiliki peran sebagai penyokong proses Industrialisasi di Kabupaten Tuban. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan Pabrik Gula Waringin Agoong dari awal berdirinya hingga penutupan pabrik serta perannya dalam industrialisasi gula di Kabupaten Tuban. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian ini, Pabrik Gula Waringin Agoong atau yang bernama asli N.V. SuikerFabriek didirikan pada tahun 1840 oleh Pengusaha asal Belanda yang bernama W. J. F. Dudman yang juga memiliki perusahaan bernama Dudman & Co. Pada tahun 1853 Residen Rembang beserta Asisten Residen mengunjungi Pabrik Gula Waringin Agoong dan disambut secara baik oleh pemilik Pabrik. Residen dan Asisten Residen Rembang berkunjung ke Pabrik Gula Waringin Agoong bertujuan meninjau kinerja Pabrik Gula. Pada tahun 1894 banyak Pabrik Gula yang mengalami krisis ekonomi dan banyak Pabrik Gula yang sudah tutup dikarenakan pada tahun 1894 industri gula tidak mendatangkan kesejahteraan. Tetapi Pabrik Gula Waringin Agoong masih beroperasi meskipun mengalami penurunan dalam hal ekonomi dan banyak fasilitas yang sudah mulai usang. Pabrik Gula Waringin Agoong dijual terbuka kepada publik dengan harga 14.000 gulden. Pada awal perkembangan industri gula di Kabupaten Tuban, petani mendapatkan perintah dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda agar menanam tanaman tebu yang menjadi bahan baku pembuatan gula untuk diolah di Pabrik Gula Waringin Agoong yang ada di Kabupaten Tuban. Pengembangan budidaya tanaman tebu secara perlahan menunjukan hasil positif. Hal ini yang akhirnya menjadikan Kabupaten Tuban menjadi salah satu pemasok gula di wilayah Karesidenan Rembang. Meskipun penghasilan dari penjualan gula yang tidak begitu banyak yang didapat oleh Pabrik Gula Waringin Agoong karena masalah kesuburan tanah untuk penanaman tebu di wilayah sekitar pabrik tapi W.J.F Dudman masih memperhatikan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan pekerja pabrik.
Entering the 19th and early 20th centuries, there were extraordinary developments in the history of the economy in Indonesia. This is demonstrated by the establishment of many industries in several areas, one of which is the sugar industry. The sugar industry has been known in the Dutch East Indies since it was first introduced by the VOC. After the Dutch Government took over power in the Dutch East Indies and handed over power to Governor General Van Den Bosch and sugarcane began to be designated as one of the mandatory crops to be planted in the Dutch Indies. The existence of the Waringin Agoong Sugar Factory as a place for processing sugar cane into sugar has a role in supporting the industrialization process in Tuban Regency. The aim of this research is to determine the development of the Waringin Agoong Sugar Factory from its inception to the closure of the factory and its role in sugar industrialization in Tuban Regency. This research uses historical research methods, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. The results of this research, Waringin Agoong Sugar Factory or whose real name is N.V. SuikerFabriek was founded in 1840 by a Dutch businessman named W. J. F. Dudman who also owned a company called Dudman & Co. In 1853 the Resident of Rembang and his Assistant Resident visited the Waringin Agoong Sugar Factory and were warmly welcomed by the factory owner. The Rembang Resident and Assistant Resident visited the Waringin Agoong Sugar Factory with the aim of reviewing the performance of the Sugar Factory. In 1894, many sugar factories experienced an economic crisis and many sugar factories closed because in 1894 the sugar industry did not bring prosperity. But the Waringin Agoong Sugar Factory is still operating despite experiencing a downturn in economic terms and many of the facilities are starting to become obsolete. The Waringin Agoong Sugar Factory was sold openly to the public for 14,000 guilders. At the beginning of the development of the sugar industry in Tuban Regency, farmers received orders from the Dutch East Indies Colonial Government to plant sugar cane which was the raw material for making sugar to be processed at the Waringin Agoong Sugar Factory in Tuban Regency. The development of sugarcane cultivation is slowly showing positive results. This ultimately made Tuban Regency one of the sugar suppliers in the Rembang Residency area. Even though the Waringin Agoong Sugar Factory does not receive much income from sugar sales due to soil fertility problems for planting sugar cane in the area around the factory, WJF Dudman still pays attention to the prosperity and welfare of farmers and factory workers.