Analisis Karakteristik Nyala Api Difusi Bioetanol Umbi Porang (Amorphophallus oncophyllus) dengan Campuran Pertalite
Analysis of Bioethanol Diffusion Flame Characteristics of Porang Tubers (Amorphophallus oncophyllus) with Pertalite Mixture
Peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak, semakin berkurangnya cadangan minyak bumi, serta peningkatan polusi udara akibat dari pembakarannya menyebabkan munculnya berbagai upaya untuk mencari bahan bakar alternatif, salah satunya bioetanol. Selain dapat diperbarui, bioetanol juga ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis karakteristik bahan bakar (densitas, viskositas, nilai kalor, dan titik nyala) dan karakteristik nyala api (tinggi nyala api, lama waktu pembakaran, temperatur nyala api, dan warna nyala api) dari bahan bakar bioetanol umbi porang dicampur dengan pertalite.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan bioetanol dari umbi porang. Metode yang digunakan yaitu pembakaran difusi dengan tungku pelat stainless steel. Bioetanol dicampur pertalite pada variasi (E0, E10, E20, E30, E40, E50, E60, E70, dan E100) dengan volume 1 ml. Uji kandungan karbohidrat menggunakan standar (SNI 01-2891-1922), kadar etanol (ASTM D5501), dan karakteristik bahan bakar (densitas ASTM D1298, viskositas ASTM D1343, nilai kalor ASTM D240, dan titik nyala ASTM D93). Untuk mendapatkan gambar nyala api mengunakan instrumen kamera, lama pembakaran dengan pemutar video, temperatur dengan termometer, tinggi dan warna api dengan software ImageJ. Umbi porang yang digunakan memiliki kandungan karbohidrat 41,99% dan bioetanol umbi porang memiliki kadar etanol 99,35%, densitas 798,4 kg/m3, viskositas 1,204 mPa.s, nilai kalor 4979 kal/g, dan titik nyala 13°C.
Hasil penelitian didapatkan karakteristik nyala api terbaik yaitu nyala api terendah pada E100 yaitu 120,73 mm karena dipengaruhi kandungan karbon & hidrogen rendah dan densitas tinggi; waktu pembakaran tercepat pada E0 yaitu 51,681 s karena dipengaruhi viskositas dan kandungan air rendah; temperatur nyala api terendah pada E0 yaitu 815,6°C karena dipengaruhi gugus hidroksil bioetanol, oksigen rendah, panas laten penguapan air rendah, dan jumlah mol hidrogen rendah; dan warna nyala api biru pada E100 yaitu 95,33% karena oksigen tinggi.
Kata kunci: nyala api difusi, bioetanol, umbi porang, pertalite.
The increasing need for fuel oil, decreasing petroleum reserves, and increasing air pollution resulting from its combustion have led to the emergence of various efforts to find alternative fuels, one of which is bioethanol. Apart from being renewable, bioethanol is also environmentally friendly. The aim of this research is to analyze the fuel characteristics (density, viscosity, heating value, and flash point) and flame characteristics (flame height, burning time, flame temperature, and flame color) of porang tuber bioethanol fuel mixed with pertalite.
This research is an experimental research using bioethanol from porang tubers. The method used is diffusion combustion with a stainless steel plate furnace. Bioethanol was mixed with pertalite in variations (E0, E10, E20, E30, E40, E50, E60, E70, and E100) with a volume of 1 ml. Test carbohydrate content using standards (SNI 01-2891-1922), ethanol content (ASTM D5501), and fuel characteristics (ASTM D1298 for density, ASTM D1343 for viscosity, ASTM D240 for heating value, and ASTM D93 for flash point). To get a picture of the flame using a camera instrument, burning time with a video player, temperature with a thermometer, height and color of the flame with ImageJ software. The porang tubers used have a carbohydrate content of 41,99% and the porang tuber bioethanol has an ethanol content of 99,35%, a density of 798,4 kg/m3, a viscosity of 1,204 mPa.s, a heating value of 4979 cal/g, and a flash point of 13°C.
The research results showed that the best flame characteristics were the lowest flame at E100 which was 120,73 mm because it was influenced by low carbon & hydrogen content and high density; the fastest burning time at E0 which was 51,681 s because it was influenced by low viscosity and water content; the lowest flame temperature at E0 which was 815.6°C because it was influenced by the bioethanol hydroxyl groups, low oxygen, low latent heat of water vaporization, and low number of moles of hydrogen; and the blue flame color a E100 which was 95.33% due to high oxygen.