Kabupaten Lumajang telah mendeklarasikan diri sebagai salah satu kabupaten penyelenggara pendidikan inklusif. SDN Kutorenon 2 Lumajang dan SMPN 1 Tempeh ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kabupaten Lumajang untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Adapun SDN Tompokersan 2 Lumajang merupakan sekolah yang mengajukan diri menjadi sekolah inklusif di kabupaten Lumajang. Hasil observasi menunjukkan ke tiga sekolah inklusif belum melaksanakan komponen-komponen pendidikan inklusif yang telah diatur dalam Permendiknas No. 70 Tahun 2009. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran implementasi kebijakan pendidikan inklusif di kabupaten Lumajang yang fokus pada aspek komunikasi, sumber daya, disposisi dan birokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di kabupaten Lumajang.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi sebagai teknik pengumpulan data. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru kelas dan GPK. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kutorenon 2 Lumajang, SDN Tompokersan 2 Lumajang dan SMPN 1 Tempeh. Analisis data penelitian melalui tahapan kondensasi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Triangulasi data menggunakan triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.
Temuan penelitian implementasi kebijakan pendidikan inklusif di kabupaten Lumajang meliputi: (1) Transmisi informasi yang belum merata di setiap sekolah inklusif yang berada di kabupaten Lumajang, (2) Setiap sekolah mengambil kebijakan untuk membentuk tenaga pendidik dalam lingkup pendidikan inklusif yang disesuaikan dengan kompetensi tenaga pendidik di setiap sekolah, serta fasilitas penunjang yang minim dalam penyelenggaraan inklusif menyebabkan penyelenggaraan pendidikan inklusif terhambat, (3) Komitmen sekolah dalam menerima peserta didik berkebutuhan khusus belum cukup untuk memberikan layanan pada peserta didik berkebutuhan khusus, diperlukan kompetensi dari setiap tenaga pendidik untuk memberikan layanan yang tepat bagi peserta didiknya. (4) Birokrasi yang dilaksanakan dalam pendidikan inklusif di kabupaten Lumajang masih belum disusun berdasarkan standard operating procedure (SOP) yang dijadikan sebagai acuan setiap tenaga pendidik dalam melaksanakan pendidikan inklusif di masing-masing sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif di kabupaten Lumajang masih belum berjalan dengan optimal. Komunikasi merupakan salah satu hal yang terpenting dalam melaksanakan sebuah kebijakan. Sehingga, perlu adanya perbaikan dalam sistem komunikasi di ketiga sekolah. Peranan Dinas Pendidikan Lumajang sebagai salah satu pemangku kebijakan diperlukan untuk menghimbau setiap sekolah dalam pelaksanaannya perlu memberikan layanan yang sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Peningkatan kompetensi bagi setiap guru di ketiga sekolah sangat diperlukan untuk dapat memahami karakteristik dan layanan serta program yang diberikan untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Sikap jujur dan komitmen yang telah dimiliki oleh setiap pelaksana diharapkan diimbangi dengan kompetensi yang baik terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif di kabupaten Lumajang. Sekolah perlu memiliki standard operating procedure (SOP) untuk dapat mengkontrol serangkaian kegiatan dalam kebijakan yang telah ditetapkan agar dapat mencapai tujuan.
Lumajang has declared as one of the inclusive education administrator regions. SDN Kutorenon 2 Lumajang and SMPN 1 Tempeh are appointed by Lumajang Education Ministry to conduct the inclusive education. In addition, SDN Tompokersan 2 Lumajang is the school that volunteered to be inclusive school in Lumajang. The observation result showed that all inclusive schools have yet applied the inclusive education components as directed in Permendiknas (Nasional Education Ministry Regulation) No. 70 2019. This study aims to show the implementation of inclusive education policy in Lumajang which focus on communication, resource, disposition and bureaucracy aspects in the implementation of inclusive education in Lumajang.
This study applied descriptive qualitative research design by using interview, observation and documentation as the data collection technique. The subjects in this study were the principals, homeroom teachers and the Special Education Teachers (SETs). This study was conducted in SDN Kutorenon 2 Lumajang, SDN Tompokersan 2 Lumajang and SMPN 1 Tempeh. The study data analysis went through data condensation, data presentation and conclusion. The data triangulation used sources, techniques and time triangulation.
The study result about the inclusive education policy in Lumajang covered: (1) The transmission of information that has yet distributed evenly in each inclusive education in Lumajang, (2) Each school applied the policy to create a group of teachers in inclusive education by adjusting the teachers’ competence in each school, in addition with the minimum supporting facilities in the implementation of inclusive education that caused the obstruction in implementing the inclusive education, (3) The schools commitment to accept special needs students (SNSs) yet have not given proper service for the students, (4) The bureaucracy that was implemented in inclusive education in Lumajang was not arraged based on the standard operating procedure (SOP) that should be the reference for each teacher in conducting the inclusive education in each school.
The implementation of inclusive education in Lumajang has not optimally worked yet. Communication is one of the important aspects in implementing a policy. Hence it needs improvement in communication system between the schools. The role of Lumajang Education Ministry as one of the policy holder is needed to appeal each school in the implementation of inclusive education, as they need to give proper service that suits the valid policy. Competence development for each teachers in all schools is needed in order to understand the characteristics and services as well as the programs that are applied for the SNSs. Upright and commitment attitudes that each administrator has had are expected to be countered with good competence in implementing the inclusive education in Lumajang. Schools need to have standard operating procedure (SOP) in order to control the activities in the predetermined policy to achieve the goals.