Analisis Kontrastif Modalitas Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia dalam Novel Kokoro Karya Natsume Soseki
Contrastive Analysis of Modality between Japanese and Indonesia Language in Kokoro Novel by Natsume Soseki
A’yun, Irma Qurrota. 2020. Analisis Kontrastif Modalitas Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia dalam Novel Kokoro Karya Natsume Soseki. Tesis, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Pembimbing (I) Dr. Roni, M.Hum., M.A., dan (II) Didik Nurhadi, M.Pd., M.A., Ph.D.
Kata-kata Kunci: kontrastif, modalitas, bentuk lingual, makna
Penelitian ini bertujuan untuk mengontraskan bentuk lingual dan makna antara modalitas bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia. Pengontrasan bentuk lingual dan makna modalitas didasarkan pada klasifikasi jenis modalitas yang diperoleh dari gabungan teori modalitas antara beberapa ahli, yaitu Palmer (2001), Hasegawa (2015), Matsuoka (1991), dan Alwi (1992). Jenis modalitas tersebut ada lima, yaitu modalitas deontik, epistemik, evidentialitas, intensional, dan dinamik.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan kontrastif dan deskriptif, yang berfungsi untuk membandingkan perbedaan dan persamaan antara konstruksi lingual dari dua bahasa yang berbeda dengan data berupa deskripsi. Data penelitian berupa kalimat bahasa Jepang maupun bahasa Indonesia yang mengandung modalitas deontik, epistemik, evidentialitas, intensional, dan dinamik pada novel Kokoro versi berbahasa Jepang serta pada versi terjemahan bahasa Indonesia dengan judul Rahasia Hati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modalitas deontik dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual beki da, nakerebanaranai, nakute wa naranai, mono da, sedangkan dalam bahasa Indonesia, ditandai oleh bentuk lingual harus, mesti, sebaiknya, dan tak sangsi lagi untuk menyatakan makna keharusan. Untuk modalitas deontik yang menyatakan makna ijin, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual te mo ii, dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual boleh. Kemudian, untuk modalitas epistemik subjenis deduktif yang menyatakan makna kepastian, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual tashika ni, kitto, kanarazu, ni chigainai, dan hazu da, sedangkan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual pasti, yakin, tentu, benar, dan tak sangsi lagi. Untuk modalitas epistemik subjenis spekulatif yang menyatakan makna kemungkinan, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual moshikasuruto, hyottoshita, osoraku, kamoshirenai, darou, deshou, dan to omou, sedangkan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual mungkin, barangkali, tentu, kukira, dan kupikir. Berikutnya, untuk modalitas evidentialitas subjenis sensory yang menyatakan makna dugaan/keteramalan, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual rashii, souda, dan youda, sedangkan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual seperti, tampaknya, rupanya, terlihat, dan Ø (tidak bertanda). Untuk modalitas evidentialitas subjenis reported yang menyatakan makna pembuktian, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual to iu, sedangkan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk mengatakan bahwa. Selanjutnya pada modalitas intensional, terdapat beberapa makna dan bentuk lingual yang menandai, di antaranya: (i) makna keinginan, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual tai, dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual ingin; (ii) makna ajakan, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual mashou, dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual mari; (iii) makna penawaran, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual mashouka, dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual bagaimana kalau; (iv) makna permintaan, dalam bahasa Jepang ditandai oleh bentuk lingual te kudasai, dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual lah; dan (v) makna perintah, dalam bahasa Jepang ditandai oleh meireikei dan nasai, sedangkan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual lah. Terakhir, pada modalitas dinamik yang menunjukkan makna kemampuan dalam bahasa Jepang ditandai oleh kanoukei, sedangkan dalam bahasa Indonesia ditandai oleh bentuk lingual dapat.
Dilihat dari bentuk lingualnya, persamaan ditunjukkan dengan adanya perubahan morfologis dan juga perifrastis yang terjadi pada kedua modalitas. Sedangkan untuk perbedaan, perubahan morfologis lebih banyak ditemukan pada modalitas bahasa Jepang, berlaku pula sebaliknya. Selain itu, pada data berbahasa Indonesia terkadang penanda modalitas tidak muncul (Ø) atau bahkan muncul pada jenis modalitas yang berbeda (satu bentuk lingual dapat dikategorikan ke dalam dua jenis modalitas). Dilihat dari maknanya, persamaan muncul pada makna masing-masing jenis modalitas secara general. Sedangkan untuk perbedaan dapat dilihat dari segi makna yang lebih detil pada modalitas bahasa Jepang, yang tidak banyak ditemukan pada modalitas bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk lingual dan makna modalitas antara kedua bahasa dapat dikontraskan satu sama lain.
A’yun, Irma Qurrota. 2020. Contrastive Analysis of Modality between Japanese and Indonesia Language in Kokoro Novel by Natsume Soseki. Thesis, Language and Literature Education Department, Postgraduate Program of Universitas Negeri Surabaya. Advisor (I) Dr. Roni, M.Hum., M.A., dan (II) Didik Nurhadi, M.Pd., M.A., Ph.D.
Keywords: contrastive, modality, lingual form, meaning
This research aims to contrast the lingual form and the meaning of modality between Japanese and Indonesia Language. The contrasting of modality’ lingual form and meaning are based on the classification of modality’ types which are taken out from combination of some theories between some experts, such as Palmer (2001), Hasegawa (2015), Matsuoka (1991), dan Alwi (1992). There are five types of modalities, namely deontic, epistemic, evidentiality, intentional, and dynamic modalities.
This research is qualitative with contrastive and descriptive approach, which function is for contrasting the differences and similarities between lingual construction of two different languages that produces descriptive data. Research data are sentences of Japanese or Indonesia language which contain deontic, epistemic, evidentiality, intentional, and dynamic modality in “Kokoro” novel Japanese version and also in Indonesian-translated version titled “Rahasia Hati”.
The results of this research showed that the deontic modality in Japanese are marked by the lingual forms of beki da, nakerebanaranai, nakute wa naranai, mono da, while in Indonesian, it is marked by the lingual form of harus, mesti, sebaiknya, and tak sangsi lagi to express the meaning of necessity (obligation). For the deontic modality which states the meaning of permission, in Japanese it is marked by the lingual form te mo ii, while in Indonesian it is marked by the lingual form boleh. Then, for the deductive subtype epistemic modality which states the meaning of certainty, in Japanese it is marked by the lingual form tashika ni, kitto, kanarazu, ni chigainai, and hazu da, while in Indonesian it is marked by the lingual form pasti, yakin, tentu, benar, and tak sangsi lagi. For speculative subtype epistemic modality which states the meaning of possibility, in Japanese it is marked by the lingual form moshikasuruto, hyottoshita, osoraku, kamoshirenai, darou, deshou, and to omou, while in Indonesian it is marked by lingual form mungkin, barangkali, tentu, kukira, and kupikir. Next, for the sensory subtype evidentiality modality which states the meaning of guesswork/predictability, in Japanese it is marked by the lingual form rashii, souda, and youda, while in Indonesian it is marked by lingual forms seperti, tampaknya, rupanya, terlihat, and Ø (unmarked). For the reported subtype evidentiality modality which states the meaning of proof, in Japanese it is marked by the lingual form to iu, while in Indonesian it is marked by the form mengatakan bahwa. Furthermore, in the intentional modality, there are several lingual meanings and forms that mark the modality, including: (i) the meaning of desire, it is marked by the lingual form of tai in Japanese, while in Indonesian it is marked by the lingual form of ingin; (ii) the meaning of invitation, in Japanese is marked by the lingual form of mashou, in Indonesian it is marked by the lingual form of mari; (iii) the meaning of offer, in Japanese it is marked by the lingual form mashouka, in Indonesian it is marked by the lingual form bagaimana kalau; (iv) the meaning of request, in Japanese it is marked by the lingual form te kudasai, in Indonesian it is marked by the lingual form lah; and (v) the meaning of command, in Japanese it is marked by meireikei and nasai, while in Indonesian it is marked by the lingual form lah. Finally, the dynamic modality which shows the meaning of ability in Japanese, it is marked by kanoukei, while in Indonesian it is marked by the lingual form of dapat.
From the point of view of its lingual form, the similarities are shown by the morphology and periphrastic paradigm which is occured in both Japanese and Indonesia’ modalities. Whereas, the differences are coming from the morphology paradigm that are found more in Japanese modalities, and vice versa. Furthermore, sometimes the modality marker of Indonesia language are not appear (Ø) or sometimes it is appeared, but in other modality’ types (one lingual form can be categorized into two types of modality). From the point of view of its meaning, the similarities are appeared in general meaning from each type of modalities. Whereas, the differences can be seen from more detail of the meaning in Japanese modality, which are not found much in modality of Indonesia language. Based on this research’s result as a whole, it can be summarized that the lingual form and the meaning of modality between both language can be contrasted to each other.