TRADHISI UPACARA ADAT KARO ING DESA TOSARI KECAMATAN TOSARI KABUPATEN PASURUAN: TINTINGAN FOLKLOR
TRADITION OF THE KARO SERVICE IN TOSARI VILLAGE TOSARI DISTRICT PASURUAN REGENCY: STUDY FOLKLORE
Tradisi upacara Adat Karo atau Hari Raya Karo merupaka kegiatan tradisi adat yang dilakukan oleh Masarakat Tengger. Upacara Adat Karo bertujuan untuk mensucikan diri pribadi, atau biasanya disebut dengan satya yoga. Tradisi upacara Adat Karo ini merupakan upacara Adat yang paling besar setelah Yadnya Kasada. Dalam penelitian ini memiliki rumusan masalah yang membahas mengenai (1) asal usul tradisi upacara Adat Karo, (2) prosesi yang terdapat dalam tradhisi upacara Adat Karo, (3) ubarampe dan makna ubarampe yang ada dalam tradisi tersebut, (4) fungsi tradisi upacara Adat Karo, dan yang terakhir ialah (5) pandangan masarakat terhadap tradisi upacara Adat Karo. Penelitian ini bertujuan untuk mengupas satu-persatu mengenai tradisi upacara Adat Karo yang dilakukan oleh masarakat Desa Tosari dengan menggunakan teori Folklor. Analisis teori yang digunakan untuk menjelaskan rumusan masalah tersebut menggunakan konsep-konsep teori yang dijabarkan oleh para ahli, diantaranya ialah: konsep folklor menggunaka konsep yang dijelaskan oleh Danandjaja (1984: 1-4), konsep makna menurut Teeuw (1984: 47), konsep fungsi menurut William R. Bascom dalam Danandjaja (1997: 19), terakhir yaitu konsep pandangan masarakat menurut Liliweri (2003: 152). Penelitian tentang Tradisi upacara Adat Karo ini menggunaka metode penelitian berupa metode deskriptif kualitatif. Sumber data yang ada dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer didapatkan dari kegiatan wawancara dan observasi, sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari angket, buku-buku, dan beberapa warga masarakat Desa Tosari.
Tradisi upacara Adat Karo yang dilakukan oleh masarakat Desa Tosari merupakan wujud masarakat untuk menghormati para leluhurnya yaitu Rara Anteng dan Jaka Seger. Kegiatan ini biasanya dilakukan selama 15 hari dengan berbagai macam acara. Tata laku dalam tradisi ini dibagi menjadi 3, diantaranya yaitu (1) persiapan, merupakan awal dari kegiatan ini yang berupa pembentukan penari Sodoran, menyiapkan suguhan, dan menyiapkan ubarampe, (2) pelaksanaan, merupakan kegiatan inti yang diawali dari menarikan tari Sodoran, berkunjung kesanak saudara, Dukun Adat membacakan japa mantra, (3) kegiatan penutup, merupakan kegiatan akhir yang berisi kegiatan hiburan. Ubarampe yang digunakan dalam tradisi ini yaitu jenang ketan, pipis, pasung, beras, takir, juwadah, tlothok, godhong putihan, ayam panggang, edelweiss, gedhang ayu, dan padupan. Tradisi ini berfungsi sebagai, (1) sistem proyeksi, (2) sarana pendidikan, (3) sarana pengendali sosial, dan (4) sarana pengesahan budaya. Pandangan masarakat dalam tradisi ini dibagi menjadi 4, yaitu (1) berdasarkan masarakat Desa Tosari, (2) berdasarkan pendidikan, (3) berdasarkan agama, dan (4) berdasarkan umur.
Kata Kunci: Tradisi, Folklor, Upacara Adat Karo
The traditional Karo ceremony is a traditional activity carried out by the Tengger Community. The Karo traditional ceremony aims to purify oneself, or usually called satya yoga. This Karo traditional ceremony is the biggest traditional ceremony after Yadnya Kasada. In this study, the formulation of the problem to be discussed, including how is the origin of the Karo traditional ceremony, how is the procession contained in the Karo traditional ceremony, what are the ubarampe and the meaning of ubarampe in the tradition, how is the function of the Karo traditional ceremony, and the last is how the community views the traditional Karo ceremony. This study aims to explore one by one the Karo traditional ceremony carried out by the Tosari Village community using folklore theory. The theoretical analysis used to explain the formulation of the problem uses theoretical concepts described by experts, including: the concept of folklore using the concept described by Danandjaja (1984: 1-4), the concept of meaning according to Teeuw (1984: 47), the concept of meaning function according to William R. Bascom in Danandjaja (1997: 19), the last is the concept of community view according to Liliweri (2003: 152). This research on the Karo Traditional Ceremony uses a qualitative descriptive method. The data sources in this study are divided into two, namely primary data sources and secondary data sources. The primary data sources were obtained from interviews and observations, while the secondary data sources in this study were obtained from questionnaires, books, and several members of the Tosari Village community.
The Karo traditional ceremony carried out by the Tosari Village community is a form of community respect for their ancestors, namely Rara Anteng and Jaka Seger. This activity is usually carried out for 15 days with various events. The manners in this tradition are divided into 3, including (1) preparation, which is the beginning of this activity in the form of forming Sodoran dancers, preparing treats, and preparing ubarampe, (2) implementation, which is a core activity that begins with dancing the Sodoran dance, visiting relatives, the traditional shaman recites the chanting of the mantra, (3) the closing activity is the final activity that contains entertainment activities. Ubarampe used in this tradition are sticky rice jenang, pee, pasung, rice, takir, juwadah, tlothok, white godhong, grilled chicken, edelweiss, gedhang ayu, and padupan. This tradition functions as, (1) a projection system, (2) a means of education, (3) a means of social control, and (4) a means of cultural validation. The views of the people in this tradition are divided into 4, namely (1) based on the Tosari Village community, (2) based on education, (3) based on religion, and (4) based on age.
Keywords: Tradition, Folklore, Traditional Karo Ceremony