THE SPANISH FLUE PANDEMIC OF 1918 IN THE MOJOWARNO REGION
Jauh sebelum pandemi Covid-19 mengguncang, dunia pernah dilanda pandemi dan wabah yang mematikan. Salah satu wabah yang mematikan tersebut terjadi pada kurun 1918 hingga 1921, pandemi tersebut disebut sebagai “Flu Spanyol”. Dengan merebaknya virus secara meluas, praktis korban yang ditimbulkan juga sangat besar. Tenaga medis kewalahan dalam menangani membludaknya pasien flu Spanyol, angka kematian yang ditunjukkan juga sangat tinggi. Kondisi tersebut pada gilirannya memicu keterbatasan akses layanan kesehatan, tenaga medis yang minim membuat hanya beberapa kalangan saja yang mendapat penanganan secara tepat dan layak. Hal yang menarik terjadi di wilayah Mojowarno yang merupakan afdeling Jombang. Masyarakat Mojowarno yang dikenal dengan adanya komunitas Kristen kala itu menggunakan cara penanggulangan tertentu dalam menghadapi flu spanyol, penanggulangan yang dilakukan tersebut merupakan salah satu dalam misi zending. Pada masa pandemi beberapa kearifan lokal masih dapat dipraktikkan untuk mengurangi resiko paparan virus. Pandemi atau wabah dalam istilah Jawa disebut dengan “pageblug”, artinya wabah penyakit. Praktik-praktik spiritual dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan kearifan lokal menyusul keterbatasan akses layanan kesehatan secara formal yang didapatkan. Di Jawa hal tersebut nampak dalam beberapa fenomena, di antaranya di Jogja dilakukan kirab dengan mengarak keris, di Ngawi dilakukan upacara khusus semisal ruwatan, hingga di Modjowarno. Selain mengobati secara medis, masyarakat Mojowarno menanggapi dengan cara non medis yaitu dengan budaya dan tradisi yang mereka percayai. Beberapa cara mitigasi penanganan pandemi di Mojowarno menjadi suatu ketertarikan tersendiri untuk digali lebih mendalam terlebih di masa itu pemerintah kolonial belum menetapkan prosedur yang jelas dalam penanganan pandemi.
Awal mula penyebaran dimulai dari wilayah pelabuhan yang dibawah oleh pegawai kapal dari Hongkong. Pemerintah kolonial terlalu menggampangkan dengan datangnya pandemi. Pemerintahan kolonial hanya memperketat pengawasan alhasil tiga bulan kemudian dilaporkan adanya pengidap flu spanyol di berbagai wilayah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mengambil tindakan dengan penelitian lab yang menghasilkan obat, peraturan pembatasan wilayah, protokol kesehatan yang jelas dan sebagainya. Selain mengobati dengan cara pengobatan secara metode ilmiah diobati dengan cara yang irasional seperti dengan mengadakan tradisi ritual dan juga penggunaan minuman herbal. Wabah flu spanyol juga dialami penduduk di wilayah Mojowarno Afdeling Jombang Karisidenan Surabaya. Flu Spanyol menyerang pasien anak-anak dan juga orang yang berumur lanjut. Penangan pandemic di wilayah Mojowarno termasuk unik dimana penanganan dilakukan oleh komunitas Kristen lokal dengan memanfaatkan rumah sakit yang sudah ada, selain itu penduduk Mojowarno juga melakukan ritual tebar bunga dan pengurbanan di makam tetua desa.Penelitian ini dikatakan jauh dari sempurna dan banyak sekali kekurangan dalam penyusunan. Namun, penulis berharap penelitian ini dapat menjadi pembelajaran bagipemerintah untuk mengatasi dan menanggulangi bencana wabah di masa yang akan datang. Bagi kalayak umum, penulis berharap tetap menjaga kesehatan dan menerapkan protokol kesehatan untuk melawan pandemi covid-19 yang sedang kita alami. Semoga penelitian ini bisa digunakan atau bermanfaat untuk penelitian-penelitian selanjutnya
Kata Kunci: Flu Spanyol, Ritual, Mojowarno
Long before the Covid-19 pandemic rocked, the world had been hit by deadly pandemics and epidemics. One of the deadly outbreaks occurred in the period 1918 to 1921, the pandemic was referred to as the "Spanish Flu". With the widespread spread of the virus, practically the casualties caused are also very large. Medical personnel are overwhelmed in dealing with the number of Spanish flu patients, the death rate shown is also very high. This condition in turn triggers limited access to health services, the lack of medical personnel makes only a few groups receive proper and proper treatment. An interesting thing happened in the Mojowarno area which is the afdeling of Jombang. The people of Mojowarno, which was known as the Christian community at that time, used certain countermeasures to deal with the Spanish flu. This response was part of the zending mission. During the pandemic, some local wisdom can still be practiced to reduce the risk of exposure to the virus. Pandemic or plague in Javanese terms is called "pageblug", meaning a disease outbreak. Spiritual practices are carried out by the Javanese community with local wisdom following the limited access to formal health services obtained. In Java, this can be seen in a number of phenomena, including in Jogja, a carnival with a keris is carried out, in Ngawi, special ceremonies such as ruwatan are held, and in Modjowarno. In addition to medical treatment, the people of Mojowarno respond in a non-medical way, namely with the culture and traditions that they believe in. Several ways of mitigating the handling of the pandemic in Mojowarno became an interest in itself to be explored more deeply, especially at that time the colonial government had not yet established clear procedures for handling the pandemic.
The beginning of the spread started from the port area under the ship's employees from Hong Kong. The colonial government was too easy with the arrival of the pandemic. The colonial government only tightened surveillance, so three months later it was reported that there were people with Spanish flu in various parts of the Dutch East Indies. The Dutch East Indies government took action with lab research that produced drugs, regional restrictions regulations, clear health protocols and so on. In addition to treating by means of medical treatment, scientific methods are treated in irrational ways such as by holding ritual traditions and also using herbal drinks. The Spanish flu epidemic was also experienced by residents in the Mojowarno Afdeling area, Jombang Karisidenan, Surabaya. The Spanish flu affects both children and the elderly. The handling of the pandemic in the Mojowarno area is unique where the handling is carried out by the local Christian community by utilizing an existing hospital, besides that the residents of Mojowarno also carry out flower-spreading rituals and sacrifices at the village elders' graves. However, the author hopes that this research can be a lesson for the government to overcome and overcome epidemic disasters in the future. For the general public, the author hopes to maintain health and implement health protocols to fight the COVID-19 pandemic that we are currently experiencing. Hopefully this research can be used or useful for further research
Keywords : Spanish Flu, Culture, Mojowarno.