"Struktur Dramatik Lakon Subali Lair dening Ki Yohan Susilo (Tintingan Etnopuitika)"
"Dramatic Structure of the Play Subali Lair by Ki Yohan Susilo (Ethnopoetic Review)"
Wayang kulit Jawa Timur biasa disebut dengan wayang Jekdong. Kata jek dong berasal dari kata “jek” yaitu bunyi dalang yang menjepit di antara kedua kaki dalang pada saat mementaskan wayang yang selalu berbunyi seperti “jek-jek” dan “dong” adalah bunyi gong pada bunyi alat musik pada saat wayang akan dimulai. Wayang Jek Dong mempunyai wilayah penyebaran terutama di kawasan budaya arek, seperti Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Tulungagung, Trenggalek dan Gresik. Masing-masing daerah tersebut mempunyai upaya konservasi dengan mengembangkan wayang jek dong. Disini peneliti akan membahas rumusan empat permasalahan yaitu yang pertama, bagaimanakah struktur dramatik pada lakon awal wayang SL karya Ki Yohan Susilo, yang kedua adalah bentuk etnopoetika pada lakon wayang awal SL karya Ki Yohan Susilo, yang ketiga fungsi etnopoetika pada wayang awal karya Ki Yohan Susilo dan terakhir bagaimana pandangan masyarakat Jawatimuran terhadap wayang gagrag. Penelitian ini mempunyai manfaat untuk menjelaskan bagaimana struktur dramatik, bentuk etnopoetik, fungsi narasi wayang dalam lakon awal wayang Subali Lair kanti Ki dhalang Yohan Susilo dan pendapat masyarakat tentang wayang gagrag Jawatimuran. Kemudian mengenai konsep yang digunakan peneliti, terdapat berbagai teori yang dijelaskan oleh para ahli diantaranya adalah konsep xii budaya arek dalam masyarakat jawa, konsep wayang gagrag jawatimuran, konsep etnopoetika, konsep fungsi narasi puisi, konsep konsep pamawas, dan sebagainya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data pada saat perekaman film terdiri dari dua metode, yaitu teknik mendengarkan dan teknik merekam. Hasil mendengarkan atau menonton rekamanlakon Subali tergolong data etnopuitis berupa bahasa pedalangan dan sastra pedalangan. Setelah mengumpulkan data, peneliti mengolah data tersebut. Untuk mengolah data secara detail dan lengkap terdapat dua cara yaitu transkripsi data dan klasifikasi data. Dalam penelitian ini, hasil data yang disajikan dapat digolongkan menjadi salah satu berikut: terdapat struktur dramatik yang terbagi dalam lima tema dan amanat, tokoh, alur, latar, dan konflik yang berkaitan dengan lakon Subali Lair. Lalu ada pula bentuk etnopoetika yang terkandung dalam wayang purwa yang dapat dikatakan terdiri dari dua unsur, yaitu bahasa akting dan sastra akting. Dalam sastra pedalangan, jenis-jenisnya dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu janturan, popacan, dan suluk. Selanjutnya, terdapat fungsi narasi puitis yang diambil dari penggunaan bahasa yang indah dalam lakon. Fungsi narasi puisi juga terbagi menjadi fungsi kesadaran dan fungsi emosi. Yang terakhir menceritakan tentang persepsi masyarakat terhadap Wayang Purwa Gagrag Jawatimuran. Kata Kunci : Etnopoetika, Subali Lair, Struktur Dramatik
East Javanese shadow puppets are usually calledwayang Jekdong. The word jek dong comes from the word "jek" which is the sound of the puppeteer clamping the puppeteer's legs together when performing a wayang which always sounds like "jek- jek" and "dong" is the sound of the gong in the sound of a musical instrument when the wayang is about to start. Wayang Jek Dong has a distribution area, especially in Arek cultural areas, such as Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Malang, Mojokerto, Jombang, Lamongan, Tulungagung, Trenggalek and Gresik. Each of these areas has conservation efforts by developing wayang jekdong. Here the researcher will discuss the formulation of four problems, namely the first, what is the dramatic structure in the early wayang SL plays by Ki Yohan Susilo, the second is the form of ethnopoetics in the early wayang SL plays by Ki Yohan Susilo, the third is the function of ethnopoetics in the early wayang works by Ki Yohan Susilo and finally what is the view of the people of East Java towards wayang gagrag. This research has the benefit of explaining the dramatic structure, ethnopoetic form, function of wayang narration in the early play Subali Lair kanti Ki dhalang Yohan Susilo and people's opinions about East Java wayang gagrag. Then regarding the concepts used by researchers, there are xiv various theories explained by experts, including the concept of arek culture in Javanese society, the concept of wayang gagrag Jawatimuran, the concept of ethnopoetics, the concept of the narrative function of poetry, the concept of the pamawas concept, and so on. The method used in this research is a qualitative descriptive method. Data collection techniques when recording films consist of two methods, namely listening techniques and recording techniques. The results of listening to or watching recordings of Subali's plays are classified as ethnopoetic data in the form of puppetry language and puppetry literature. After collecting data, researchers process the data. To process data in detail and completely, there are two ways, namely data transcription and data classification. In this research, the results of the data presented can be classified into one of the following: there is a dramatic structure which is divided into five themes and messages, characters, plot, setting and conflict related to the play Subali Lair. Then there is also a form of ethnopoetics contained in wayang purwa which can be said to consist of two elements, namely acting language and acting literature. In puppetry literature, the types are divided into three types, namely janturan, popacan, and suluk. Furthermore, there is a poetic narrative function which is taken from the use of beautiful language in the play. The narrative function of poetry is also divided into awareness function and emotional function. The last one tells about the public's perception of Wayang Purwa Gagrag Jawatimuran. Keywords: Ethnopoetics, Subali Lair, Drama Structure