TRADHISI NYADRAN SUMUR KULON SAJRONE UPACARA MANTEN ING DHUSUN WOTGALIH DESA DAWARBLANDONG KECAMATAN MOJOKERTO (Tintingan Foklor)

NYADRAN SUMUR KULON TRADITION IN A WEDDING CEREMONY IN WOTGALIH VILLAGE, DAWARBLANDONG DISTRICT, DAWARBLANDONG SUB-DISTRICT, MOJOKERTO DISTRICT

Tradisi Nyadran Sumur Kulon dalam upacara pernikahan merupakan salah satu tradisi yang meliputi kajian folklor setengah lisan yang masih berkembang di Dusun Wotgalih Desa Dawarblandong Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Kajian folklor setengah lisan dalam penelitian ini berpacu pada teori yang dibawai oleh James Danandjaja. Tradisi Nyadran Sumur Kulon dalam Upacara Pernikahan (selanjutnya menjadi TNSK) yang dilakukan sebagai wujud warga masyarakat untuk menjaga warisan nenek moyangnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang dilakukan secara terperinci dan menyeluruh yang dikumpulan dengan caraobservasi, wawancara, dan dokumentasi yang disertai dengan catatan lapangan yang valid. Tradisi nyadran yang dilakukan dalam upacara ini tidak seperti tradisi nyadran pada umumnya, namun nyadran ini hanya dilakukan pada saat hendak melaksanakan upacara pernikahan yang tidak selalu diadakan setiap tahun. Acara ini selalu diadakan pada hari Jum'at Legi.

Hasil dari penelitian ini yaitu memaparkan mengenai asal mula dari Punden Sumur Kulon yang dianggap oleh warga sebagai pusat kehidupan di Dusun Wotgalih, Kabupaten Mojokerto. Tata cara yang dilaukan dalam prosesi TNSK yaitu didahului dengan acara slametan kemudian dilanjutkan dengan prosesi Tradhisi Nyadran di Punden Sumur Kulon. TNSK dalam upacara pernikahan dianggap oleh masyarakat sebagai tradisi wajib saat hendak menjalankan prosesi pernikahan. Dalam tradisi nYdaran tersebut ada beberapa ubarampe yang harus disiapkan. Ubarampe tersebut memiliki makna yang terkandung disetiap aspeknya yang dipercaya oleh warganya bisa melancarakan acara tanpa suatu penghalang apapun. TNSK dalam upacara pernikahan memiliki fungsi yang berguna untuk penghidupan yang dapat diturunkan hingga generasi mendatang. Oleh karena itu, warga masyarakat diminta untuk melakukan upaya pelestarian agar TNSK dapat berkembang dan tidak punah dari peradaban khususnya di Dusun Wotgalih, Desa Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Dapat dilihat di jaman sekarang bahwa segala sesuatu telah berubah yang dimulai dari cara berfikir dan cara pandang manusia terhadap cara hidup disekeklilingnya, tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi-tradisi yang ada di Jawa juga dapat mengalami perubahan. Seperti yang terjadi di TNSK pada saat upacara pernikahan di dusun Wotgalih, namun perubahan yang terjadi tidak membuat tradisi tersebut kehilangan identitasnya karena masyarakat khususnya generasi muda ikut mendukung dalam perkembangan tradisi Nydaran Sumur Kulon dalam upacara pernikahan di Dusun Wotgalih, Desa Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto.

Kata Kunci : Folklor, Tradisi Nyadran, Sumur Kulon

The tradition of Nyadran Sumur Kulon in wedding ceremonies is one of the traditions that includes the study of semi-oral folklore that is still developing in Wotgalih Hamlet, Dawarblandong Village, Dawarblandong District, Mojokerto Regency. The study of half-oral folklore in this study raced on the theory brought by James Danandjaja. The tradition of Nyadran Sumur Kulon in the wedding ceremony (hereinafter tnsk) is carried out as a form of community to maintain the heritage of their ancestors. This study used descriptive qualitative methods. Qualitative research methods are methods that are carried out in detail and thoroughly collected by means of observations, interviews, and documentation accompanied by valid field notes. Nyadran tradition performed in this ceremony is not like the tradition of nyadran in general, but nyadran is only done when you want to carry out a wedding ceremony that is not always held every year. This event is always held on Friday Legi.

The results of this study is to explain the origin of Punden Sumur Kulon which is considered by residents as the center of life in Wotgalih Hamlet, Mojokerto Regency. Procedures dilaukan in tnsk procession that is preceded by the event slametan then continued with the procession tradition Nyadran in Punden Sumur Kulon. TNSK in the wedding ceremony is considered by the community as a mandatory tradition when you want to run a wedding procession. In the nyadran tradition there are several ubarampe that must be prepared. The Ubarampe has a meaning contained in every aspect that is believed by its citizens to be able to launch the event without any barrier. TNSK in the wedding ceremony has a useful function for livelihood that can be passed down to future generations. Therefore, residents are asked to make preservation efforts so that TNSK can develop and not become extinct from civilization, especially in Wotgalih Hamlet, Dawarblandong Village, Mojokerto Regency. It can be seen in today's times that everything has changed starting from the way of thinking and the way people view the way of life around them, it is undeniable that the traditions that exist in Java can also change. As happened in TNSK during the wedding ceremony in Wotgalih Hamlet, but the changes that occurred did not make the tradition lose its identity because the community, especially the younger generation, supported the development of the Nydaran Sumur Kulon tradition in the wedding ceremony in Wotgalih Hamlet, Dawarblandong Village, Mojokerto Regency.

Keyword : Folklore, Tradition of Nyadran, Sumur Kulon