Permasalahan banyaknya alih fungsi lahan pertanian yang kian merabak hingga kini berpotensi menggerus ketersediaan lahan pertanian yang digunakan sebagai mata pencaharian para petani guna mempertahankan ketahanan pangan atau disebut juga sebagai swasembada pangan. Melihat masih banyaknya permasalahan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian menjadi lahan perdagangan dan jasa, mempertanyakan eksistensi dalam penegakan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Kota Mojokero Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mojokerto Tahun 2012-2032 Jumlah alih fungsi lahan pertanian terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya penambahan kasus alih fungsi di setiap tahunnya yang berdampak bagi keberlangsungan swasembada pangan, berkurangnya mata pencaharian para petani, dan berkurangnya lahan pertanian. Untuk membendung adanya konversi lahan tersebut, diperlukan adanya ketegasan dalam penegakan hukum terhadap alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian (studi kasus terkait alih fungsi lahan di kawasan Jl. Semeru, Kel. Wates, Kec. Magersari, Kota Mojokerto) guna mengantisipasi adanya alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.
Kata kunci: Alih fungsi lahan pertanian, UU No. 26 Tahun 2007, Penegakan hukum
The problem of the large number of conversions of agricultural land that is increasingly spreading until now has the potential to erode the availability of agricultural land which is used as a livelihood for farmers to maintain food security or also known as food self-sufficiency. Seeing that there are still many problems in the conversion of agricultural land into non-agricultural land into trade and service areas, questioning the existence in the enforcement of Law no. 26 of 2007 concerning Spatial Planning and Mojokero City Regional Regulation Number 4 of 2012 concerning Mojokerto City Spatial Planning for 2012-2032 The number of conversions of agricultural land continues to increase from time to time. This does not rule out the possibility of additional cases of transfer of function every year which have an impact on the sustainability of food self-sufficiency, reduced livelihoods of farmers, and reduced agricultural land. To stem the land conversion, it is necessary to be firm in law enforcement against the conversion of agricultural land to non-agricultural land (a case study related to land conversion in the area of Jl. Semeru, Kel. Wates, Kec. Magersari, Mojokerto City) in order to anticipate the transfer of land. land functions that are not in accordance with established regulations.
Keywords: Agricultural land conversion, Law no. 26 of 2007, Law enforcement