MEMBONGKAR REPRODUKSI MASKULINITAS PERAJIN COR KUNINGAN

(Studi Etnografi di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto)

DISMANTLING THE REPRODUCTION OF BRASS CRAFTS' MASCULITY

(Ethnographic Study in Bejijong Village, Trowulan District, Mojokerto)

Objektivitas cara pandang maskulin telah mengunci keterlibatan perempuan di ranah industri kerajinan cor kuningan Bejijong. Pandangan ini muncul melalui sejarah panjang yang mengasosiasikan profesi kerajinan cor kuningan relevan untuk laki-laki. Hal ini, kemudian diperkuat dengan konstruksi gender yang menempatkan perempuan pada norma-norma feminitas. Akibatnya, perempuan kesulitan untuk masuk dalam industri kerajinan cor kuningan. Sekalipun, perempuan dapat memasuki ranah industri kerajinan cor kuningan, keberadaan perempuan hanya dijadikan pendukung dan pelengkap dalam proses produksi. Hal ini, akhirnya menimbulkan ketimpangan keterampilan produksi di antara laki-laki dan perempuan. Keterampilan produksi yang dimiliki laki-laki mengantarkannya dengan mudah mendirikan usaha. Sedangkan, perempuan terkungkung dalam pembatasan produksi yang menjadi penyebab kesulitan mendirikan usaha sendiri. Menjamurnya unit usaha laki-laki dan keberhasilanya, semakin mengukuhkan dominasi maskulin yang ada di ranah industri kerajinan cor kuningan. Riset ini berupaya membongkar reproduksi maskulinitas di kalangan pengrajin kuningan dengan pisau analisis teori reproduksi sosial Pierre Bourdieu. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi James Spradley. Hasil riset menunjukkan bahwa reproduksi maskulinitas terbentuk melalui sejarah dan ekspekstasi gender yang mengasosiasikan profesi perajin dengan laki-laki. Hal ini menyebabkan adanya ketimpangan dalam proses pendistribusian pengetahuan dalam industri kerajinan cor kuningan. Sehingga perempuan kalah telak dalam pertarungan modal budaya di arena produksi. Perempuan semakin berada pada jurang kesengasaraan mana kala terjadi ketegangan dalam arena sosial dan bisnis akibat kemapanan akumulasi modal laki-laki. Perbedaan habitus laki-laki dan perempuan juga turut mendistorsi kehadiran perempuan. Habitus ini dapat menghasilkan segmentasi pekerjaan berdasarkan gender dan menciptakan hambatan bagi perempuan untuk memasuki peran-peran teknis yang lebih tinggi. Terdapat konseskuensi logis akan kehadiran modal, habitus, dan arena yang menciptakan dominasi–terdominasi. Ketimpangan gender dalam ranah industri kerajinan cor kuningan dibalut dalam kekerasan simbolik. Dengan kata lain, perempuan tidak berada pada kondisi sadar akan ketertindasan yang dialami, hal itu jutsru dinormalisasi. Perempuan juga mengalami kegagalan dalam melakukan resistensi karena longgarnya solidaritas di antara perajin perempuan. Pada akhirya. Perempuan cenderung terpinggirkan, terbatas dalam akses pengetahuan dan keterlibatan, serta dihadapkan pada standar maskulinitas yang sulit dicapai. Kondisi ini memperkuat reproduksi maskulinitas dalam industri kerajinan cor kuningan. Norma maskulinitas terus direproduksi dari generasi ke generasi. 

Kata kunci: Maskulinitas, Perempuan, Habitus, Modal, Laki-laki, Perajin cor kuningan

The objectivity of masculine perspectives has locked out women's involvement in the Bejijong brass craft industry. This view emerges through a long history of associating the brass craft profession as relevant to men. This, in turn, is reinforced by gender constructs that place women within the norms of femininity. As a result, it is difficult for women to enter the cast brass craft industry. Even if women are able to enter the cast brass craft industry, they are only used as supporters and complements in the production process. This has led to an imbalance in production skills between men and women. The production skills possessed by men make it easy for them to establish businesses. Meanwhile, women are confined to production restrictions, which causes difficulties in establishing their own businesses. The proliferation of men's businesses and their success further reinforces the masculine dominance in the brass craft industry. This research seeks to uncover the reproduction of masculinity among brass craftsmen using Pierre Bourdieu's social reproduction theory. This research applies a qualitative method with James Spradley's ethnographic approach. The results show that the reproduction of masculinity is formed through history and gender expectations that associate the craft profession with men. This causes inequality in the process of knowledge distribution in the brass cast craft industry. As a result, women lose the battle for cultural capital in the production arena. Women are increasingly in the pit of misery when there is tension in the social and business arenas due to the establishment of male capital accumulation. Differences in the habitus of men and women also distort the presence of women. This habitus can result in gendered occupational segmentation and create barriers for women to enter higher technical roles. There is a logical consequence of the presence of capital, habitus and arena that creates domination. Gender inequality in the brass craft industry is wrapped in symbolic violence. In other words, women are not aware of their oppression, it is normalized. Women also fail to resist due to the lack of solidarity among women artisans. In the end. Women tend to be marginalized, limited in access to knowledge and involvement, and faced with unattainable standards of masculinity. These conditions reinforce the reproduction of masculinity in the brass cast craft industry. Norms of masculinity continue to be reproduced from generation to generation. 

Keywords: Masculinity, Women, Habitus, Capital, Men, Brass cast crafters