Millennials and rural community are known to have opposite characteristics regarded with the use of technology, openness to diversity, and language variation maintenance. This study is aimed to identify English pronunciation on friction consonants made by Millennials in rural community and investigate factors contributing to their pronunciation.
This was a qualitative study with four native Javanese participants. The data were collected through pronunciation test and interview. The results of the tests showed that participants succeed to pronounce English friction consonants that appeared in Javanese. Meanwhile, the capability to recognize English friction consonants decreased as it came to foreign sounds.
The interviews showed that millennium era where they were born could not help much their English pronunciation. English exposures through technology and social media did not come along with English in practice. In addition, teachers of EFL did not pay enough attention to their students’ English pronunciation. Motivation also played a significant role to the participants’ pronunciation. Participants with clear goal had better pronunciation rather than the one without any exact goal. The goal determined participants’ attitude towards English where achievement-oriented ones had better pronunciation. This was as the result of higher language anxiety. All in all, their surrounding society was still the biggest factor influencing their language variation.
Para Millennial dan masyarakat rural memiliki ciri yang berbeda dilihat dari penggunaan teknologi, keterbukaan terhadap perbedaan dan pemeliharaan variasi bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengucapan konsonan geseran bahasa Inggris oleh para Millennial di daerah rural dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan pada pengucapan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan empat orang penutur asli bahasa Jawa sebagai partisipan. Pengumpulan data dilakukan melalui tes pengucapan dan wawancara. Hasil tes menunjukkan bahwa para partisipan berhasil mengucapkan konsonan geseran bahasa Inggris yang ada pada bahasa Jawa. Sementara itu, kemampuan mereka untuk mengenali konsonan geseran bahasa Inggris berkurang pada bunyi-bunyi yang tidak terdapat dalam sistem bunyi bahasa Jawa.
Wawancara yang telah dilakukan menunjukkan bahwa era millennium dimana mereka dilahirkan tidak membantu pengucapan bahasa Inggris mereka. Paparan terhadap bahasa Inggris melalui teknologi dan media sosial tidak diimbangi dengan penggunaan bahasa Inggris. Selain itu, para guru bahasa Inggris tidak terlalu memerhatikan pengucapan bahasa Inggris. Motivasi juga merupakan faktor penting yang berpengaruh pada pengucapan para partisipan. Partisipan dengan tujuan belajar bahasa Inggris yang terarah memiliki pengucapan yang lebih baik dibanding partisipan yang tidak memiliki tujuan terarah. Tujuan mencerminkan sikap mereka terhadap bahasa Inggris dimana partisipan yang berorientasi pada tujuan memiliki pengucapan yang lebih baik. Ini merupakan akibat dari adanya kecemasan berbahasa asing yang lebih tinggi pada partisipan yang berfokus pada tujuan. Singkatnya, lingkungan masyarakat dimana partisipan tinggal merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap variasi bahasa mereka.