PENYELESAIAN KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI POLRES SAMPANG
RESOLUTION OF DOMESTIC VIOLENCE CASES AT THE SAMPANG POLICE STATION
Penyelesaian kasus KDRT di Kabupaten Sampang belum optimal banyak kasus dilaporkan ke Polres Sampang yang dicabut aduannya, karenanya dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat meliputi implementasi pasal 16 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang KDRT yang berkaitan dengan prosedur penyelesaian kasus KDRT di Polres Sampang dan menganalisis terkait hambatan yang terjadi dalam pengimplementasiannya. Metode penelitian yang dipakai yakni yuridis-sosiologis, data diperoleh melalui wawancara dengan dokumentasi setelah data terkumpul dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1.Banyak kasus KDRT di Polres Sampang ditarik kembali karena tekanan keluarga, sehingga perlindungan hukum lemah. Akibatnya, kekerasan berulang karena pelaku tidak dihukum, menunjukkan rendahnya implementasi Pasal 16 UU No. 23 Tahun 2004. dan 2. KDRT di Sampang menjadi masalah utama. Walaupun ada UU No. 23 Tahun 2004, pelaksanaannya terkendala oleh isu hukum, sosial, dan ekonomi. Penelitian ini menganalisis penerapan hukum di masyarakat, khususnya dalam hal implementasi peraturan. Di Sampang, pelaku KDRT tidak mendapatkan sanksi yang tepat, sehingga tidak ada efek jera. Banyak kasus KDRT di Polres Sampang yang tidak diproses secara hukum, yang meningkatkan risiko kekerasan berulang. Selain itu, dukungan dan perlindungan bagi korban KDRT di Sampang masih sangat minim.
Kata Kunci: Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, Hambatan Sosial dan Budaya, Penyelesaian KDRT
The resolution of domestic violence (KDRT) cases in Sampang Regency remains ineffective, with many cases withdrawn from the Sampang Police. This study examines the implementation of Article 16 of Law No. 23 of 2004 on Domestic Violence and analyzes obstacles in its enforcement. Using a juridical-sociological method, data were collected through interviews and documentation, then analyzed qualitatively. The findings show that many cases are withdrawn due to family pressure, weakening legal protection. As a result, repeated violence occurs because perpetrators go unpunished, indicating poor law enforcement. Despite the existence of Law No. 23 of 2004, enforcement faces legal, social, and economic challenges. Many cases remain unprocessed, increasing the risk of recurrence. Additionally, support and protection for victims in Sampang are minimal, further exacerbating the issue.
Keywords: Implementation of Law No. 23 of 2004, Social and Cultural Barriers, Domestic Violence Resolution.